Rabu, 06 April 2011

MADRASAH DAN PESANTREN: KEMUNGKINANNYA UNTUK MENJADI LEMBAGA PENDIDIKAN ALTERNATIF YANG LEBIH UNGGUL DALAM MENCAPAI TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL

I. PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang Masalah
Salah satu ayat yang terdapat dalam al-Qur’a>n surah al-Nahl (16) ayat 78 menjelaskan bahwa manusia pada dasarnya tidak membawa pengetahuan sejak awal diciptakannya (dilahirkan). 1 Jadi perlu disadari bahwa peserta didik adalah manusia muda yang masih dalam taraf potensial, manusia yang belum sampai taraf maksimal. Oleh karena itu, hendaknya ada suatu proses yang mampu mengantar mereka menuju taraf kematangan atau taraf maksimal. Proses yang dimaksud adalah pendidikan.2
Di satu sisi, pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia. Mendidik adalah, proses humanisasi, yaitu perbuatan yang menyebabkan manusia menjadi manusia. 3 Di sisi lain, Islam adalah agama yang menempatkan pendidikan dalam posisi yang sangat vital.4 Pendidikan dalam Islam bertujuan meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta didik dan membentuk manusia (dewasa) muslim yang bertaqwa kepada Allah swt., serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.5 Dengan kata lain, pendidikan Islam merupakan proses mengarahkan potensi anak didik yang dimilikinya agar menjadi hamba Allah yang taat dan setia, sesuai dengan hakikat penciptaan manusia dan juga dapat berperan sebagai khalifah Allah dalam kehidupan di dunia.
Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan suatu lembaga pendidikan. Dalam pendidikan Islam terdapat bentuk instansi pendidikan, diantaranya adalah Madrasah dan Pesantren.6 Lembaga pendidikan tersebut mempunyai peran yang sangat penting dalam mencapai tujuan pendidikan Islam. Lembaga pendidikan Islam tidak hanya membina, kecerdasan dan keterampilan, akan tetapi juga membina akhlak peserta didik. Mereka dilatih dan dibina menjadi orang bertaqwa sebagaimana yang dinginkan dalam UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas.
UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas merupakan undang-undang yang mengatur penyelenggaraan satu sistem pendidikan nasional sebagaimana dikehendaki UUD 1945. Proses perjalanan yang melelahkan, sejak Indonesia merdeka hingga tahun 1989 dengan kelahiran UU No. 2 tahun 1989 dan kemudian disempurnakan menjadi UU No. 20 Tahun 2003, merupakan puncak dari usaha mengintegrasikan pendidikan Islam ke dalam sistem pendidikan Nasional. Pendidikan Islam merupakan bagian integral dan tidak bisa dipisahkan dari sistem pendidikan nasional.
Keberhasilan pendidikan Islam akan membantu keberhasilan pendidikan nasional. Dengan kata lain, pendidikan Islam di Indonesia sebagai subsistem pendidikan Nasional, berposisi dan berperan jelas sehingga ia ikut serta menentukan keberhasilan pendidikan nasional dalam mencapai cita-citanya. Dalam hal ini Madrasah/Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang berpeluang untuk menjadi lembaga alternatif yang unggul dalam mewujudkan tujuan pendidikan Islam dan Tujuan pendidikan nasional.
  1. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, dapat dikemukakan beberapa masalah yang akan dibahas pada makalah ini, sebagai berikut:
  1. Bagaimana kedudukan pendidikan Islam dalam mencapai tujuan Pendidikan Nasional?
  2. Bagaimana kedudukan madrasah dan pesantren sebagai lembaga alternatif dalam upaya perwujudan tujuan pendidikan nasional?

II. PEMBAHASAN
  1. Kedudukan Pendidikan Islam dalam Mencapai Tujuan Pendidikan Nasional
Pendidikan Islam di Indonesia sebagai subsistem pendidikan nasional,7 secara implisit akan mencerminkan ciri-ciri kualitas manusia Indonesia seutuhnya. Kenyataan seperti itu dapat dipahami dari hasil rumusan seminar Pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960 yang memberikan pengertian bahwa Pendidikan Islam ditujukan sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.8 Dalam konteks ini, Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian uatama menurut ukuran-ukuran Islam.9
Sementara itu, tujuan ideal yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia adalah untuk memperkuat jati diri dan kepribadian manusia, masyarakat dan bangsa Indonesia dalam suasana yang demokratis, tenteram dan damai.10 Visi tersebut dimaksudkan dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia Baru, yaitu masyarakat yang damai, demokratis, mengakui hak asasi manusia, sadar hukum, berkeadilan, berdaya saing dan sejahtera.11 Sedangkan pembangunan manusia yang akan mendukung terwujudnya masyarakat Indonesia tersebut adalah manusia yang berkualitas yaitu beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, sehat, mandiri, cinta tanah air, sadar hukum dan lingkungan, menguasai iptek, mempunyai etos kerja tinggi dan berdisiplin.12
Visi masyarakat Indoneisa baru tersebut di atas, dituangkan dalam bidang pendidikan nasional. Pendidikan Nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua Warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan Nasional mempunyai misi sebagai berikut:
    1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.
    2. Membantu dan memfasilitasi pengembagan potensi anak bangsa secara utuh sejak dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan mamsyarakat belajar;
    3. Meningkatkan kesipan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;
    4. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional adan global; dan
    5. Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.13
Berdasarkan visi dan misi pendidikan nasional tersebut yang merupakan cerminan dari visi masyarakat Indoneisa baru dituangkan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II, pasal 3 sebagai berikut:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.14

Jika dilihat kedua tujuan yang telah dikemukakan di atas (baik tujuan Pendidikan Islam maupun Tujuan Pendidikan Nasional, nampaknya paling tidak terdapat dua dimensi kesamaan yang ingin diwujudkan, yaitu:
  1. Dimensi transendental (lebih dari hanya sekedar ukhrawi) yang berupa ketakwaan, keimanan dan keihlasan.
  2. Dimensi duniawi (melalui nilai-nilai material sebagai sarananya, seperti pengetahuan, kecerdasan, keterampilan, keintelektualan dan sebagainya.15
Dengan demikian, pendidikan nasional sebagaimana pendidikan Islam telah menempatkan peserta didik sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah dengan ciptaan terbaik yang dilengkapi dengan segala fitrahnya agar memiliki kemampuan untuk membangun kehidupan berharkat dan bermartabat baik di dunia maupun di akhirat. Disamping itu, pendidikan nasional kita, mendidik peserta didik menjadi khalifah Allah di bumi dan hamba Allah yang mengabdi kepada-Nya yang menjunjung tinggi nilai dan norma agama dalam kehidupan baik sebagai mahluk Tuhan, makhluk individu maupun makhluk sosial.
Peraturan perundang-undangan yang dimiliki terutama UU SPN No. 20/2003 sudah cukup terbuka, demokratis dan menyediakan kesempatan besar bagi sistem pendidikan Islam.16 Sebab dalam hal ini yang dimaksud dengan sistem pendidikan adalah totalitas interaksi dari seperangkat unsur-unsur pendidikan yang bekerjasama secara terpadu dan saling melengkapi satu sama lain menuju tercapainya tujuan pendidikan.17 Kesempatan untuk berkembangnya pendidikan Islam secara terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional tersebut dapat dilihat pada pasal-pasal UU No. 20/2003 sebagai berikut:

    1. Pasal 1 ayat 2 dikemukakan bahwa:
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.18

Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan Islam, baik sebagai sistem maupun institusinya merupakan warisan budaya bangsa, yang berurat berakar pada masyarakat bangsa Indonesia. Dengan demikian, jelas bahwa pendidikan Islam akan merupakan bagian integral dan tidak bisa dipisahkan dari sistem pendidikan nasional.
    1. Pasal 15 dikemukakan bahwa ”Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus”.19
Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang menyiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut pengusaaan pengetahuan khusus tentang agama yang bersangkutan. Sebagaimana diketahui bahwa setiap orang Islam berkepentingan dengan pengetahuan tentang ajaran-ajaran Islam, terutama yang berhubungan dengan nilai-nilai keagamaan, moral, dan sosial budayanya. Oleh sebab itu, pendidikan Islam dengan lembaga-lembaganya tidak bisa dipisahkan dari sisdiknas. Sejalan dengan pasal di atas, dipertegas lagi pada pasal 30 ayat 2 yang menyatakan bahwa:
Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.20
    1. Pasal 37 ayat 1 dan 2 dinyatakan bahwa isi kurikulum setiap jenjang pendidikan (dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi) wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan dan bahasa.21
Dalam kaitan ini, dijelaskan bahwa pendidikan keagamaan merupakan bagian dari dasar dan inti kurikulum pendidikan nasional. Dengan demikian pendidikan Islam pun terpadu dalam sisdiknas.
Demikian secara pintas beberapa analisis berkenaan dengan bagaimana keterpaduan pendidikan Islam dengan sistem pendidikan nasional, sehingga wajar bila dikatakan bahwa pendidikan Islam merupakan bagian atau subsistem dari pendidikan nasional. Hal itu dilihat dari beberapa pasal yang telah dikemukakan. Singkatnya, keputusan tersebut di atas sangatlah tepat dalam UU No. 20/2003, karena telah menempatkan keimanan dan ketaqwaan sebagai ide sentralnya (lihat pasal 3).
Karena itu, sebagai sub sistem, lembaga-lembaga pendidikan Islam baik Pesantren, Madrasah atau sekolah Islam dan perguruan tinggi agama Islam (PTAI) merupakan lembaga pendidikan Islam yang memiliki peranan yang sangat besar. Peran yang dijalankan adalah dalam rangka mencapai fungsi dan tujuan pendidikan Nasional. Dalam hal ini, seluruh jalur, jenjang dan jenis pendidikan bertanggung jawab dalam mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional (pasal 13-16). Keberadaan lembaga pendidikan Islam merupakan sekolah yang berciri khas Islam yang dapat mewujudkan bukan hanya pendidikan Islam, tujuan pendidikan nasional pun dapat dicapai.

  1. Madrasah/Pesantren; Kemungkinan Untuk Menjadi Lembaga Pendidikan Alternatif Yang Lebih Unggul Dalam Perwujudan Tujuan Pendidikan Nasional
Di dalam TAP MPR-RI No. IV/MPR/1999 tentang GBHN dikemukakan bahwa untuk mencapai cita-cita bangsa Indonesia tergantung antara lain pada peran aktif masyarakat. Hal itu berarti bahwa semua organisasi kemasyarakatan, lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya harus menyusun program sesuai dengan fungsi dan kemampuan masing-masing.22
Asumsi di atas diperkuat dalam UU SPN No. 20/2003 pada pasal 55 ayat 1 menyatakan bahwa:
Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.23
Dengan pasal ini, satuan-satuan pendidikan Islam baik formal maupun nonformal seperti madrasah, pesantren, Madrasah diniyah, Majelis ta’lim, dan sebagainya akan tetap tumbuh dan berkembang secara terarah dan terpadu dalam sistem pendidikan nasional. Sehubungan dengan hal ini juga pada pasal 17 ayat 2 24 dan pasal 18 ayat 3, 25 dikemukakan tentang pengakuan terhadap kelembagaan pendidikan Islam yang bernama madrasah yaitu dari Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA).
Bertolak dari pernyataan bahwa pendidikan Islam merupakan bagian atau subsistem dari pendidikan nasional, maka lembaga pendidikan Islam memiliki peranan penting sebagaimana dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20/2003 yang disahkan oleh DPR RI tanggal 11 Juli 2003 telah mengemukakan pemberdayaan madrasah sebagai berikut:
  1. Pendidikan keagamaan merupakan jenis pendidikan (pasal 15).26 Dalam penjelasan pasal ini disebutkan pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar menengah dan tinggi.27
  2. Madarasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah merupakan salah satu bentuk pendidikan dasar (pasal 17 ayat 2).28
  3. Madrasah Aliyah merupakan pendidikan menengah (pasal 18 ayat 3).29
  4. Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. (Pasal 30 ayat 2)30

  1. Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal dan informal (pasal 30 ayat 3)31 dan dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama sesuai dengan peraturan perundang-undangan (pasal 30 ayat 1).32
Pada pasal 30 di atas dan diperkuat oleh pasal 55 ayat 1 memuat bahwa pendidikan adalah milik masyarakat. Pendidikan yang berbasis masyarakat adalah sesuai dengan misi pendidikan dewasa ini.33 Dengan ikut serta masyarakat di dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikannya, maka pendidikan tersebut betul-betul berakar dari masyarakat dan di dalam kebudayaannya.34 Dengan demikian lembaga pendidikan Islam (madrasah/pesantren) berfungsi untuk membudayakan nilai-nilai masyarakat.
Oleh karena itu dengan bertolak dari beberapa ketentuan (pasal) di atas tentang pemberdayaan pendidikan keagamaan35 (khususnya Madrasah/Pesantren), sangat jelas bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia baru serta tujuan pendidikan nasional, salah satu yang perlu diperhatikan adalah lembaga pendidikan Islam (madrasah/pesantren). Sebab visi dan misi bangsa Indonesia (dalam mewujudkan Indonesia baru yang dituangkan dalam bidang pendidikan) sebenarnya sejalan dengan visi madrasah.
Visi Madrasah selalu didasari sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Hal itu memerlukan usaha-usaha sistematis, terarah dan intensional dalam menggali dan mengembangkan potensi umat secara maksimal agar dapat menjadikan bangsa yang beriman dan bertaqwa serta maju dan sejahtera, aman dan damai yang dihormati oleh bangsa-bangsa lain dalam percaturan global.36
Oleh karena itu, secara spesifik visi madrasah digambarkan sebagai terwujudnya seorang muslim anak-anak bangsa yang beriman kepada Allah swt., berakhlak mulia, memiliki pengetahuan dan keterampilan dan memiliki kemampuan yang cukup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.37
Berangkat dari visi yang ditetapkan seperti di atas, maka misi madrasah adalah dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan madrasah sebagai wahana untuk mencapai tujuan pembangunan nasional yang mampu untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas.38
Selanjutnya dalam mewujudkan visi berdasarkan ruhul jihad dalam mendirikan madrasah, maka madrasah mengemban misi untuk mengembangkan madrasah sebagai madrasah yang berciri Populis, Islami, dan Berkualitas. Populis, yaitu madrasah yang selalu dicintai oleh masyarakat. Sebab madrasah tumbuh dari masyarakat dan dikembangkan oleh masyarakat. Madrasah mampu memenuhi hajat masyarakat akan pendidikan yang diperlukannya. Islami yaitu madrasah yang berciri khas agama Islam dalam suatu lingkungan kondusif yang mampu menciptakan anak bangsa menjadi seorang muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah swt., serta berakhlak mulia. Berkualitas, yaitu madrasah yang mampu mencetak anak bangsa sebagai seorang muslim yang memiliki kemampuan dan keterampilan yang cukup serta sanggup menghadapi tantangan zaman.39
Dengan melihat visi dan misi di atas, madrasah adalah institusi pendidikan Islam yang memberi pencerahan kepada anak bangsa melalui proses penyelenggaraan pendidikan sejalan dengan tujuan pendidikan nasional. Dalam hal ini institusi pendidikan Islam (perguruan Islam) khususnya madrasah memiliki tujuan untuk menghasilkan manusia muslim yang menghayati ajaran agama. Madrasah merupakan lembaga pendidikan Islam yang mempunyai karakter yang tidak hanya melaksankan tugas pendidikan dan pengajaran agama, tetapi juga memberikan bimbingan kepada masyarakat. Madrasah dapat menyiapkan peserta didik dalam sains dan teknologi, namun tetap dengan identitas keislamannya.40
Dalam UU No. 20/2003 SPN dan dalam buku Profil Madrasah Masa Depan Bab IV, dikemukakan bahwa madrasah sebagai penyelenggara pendidikan baik tingkat dasar maupun tingkat menengah.41 Pada tingkat dasar, madrasah sebagai penyelenggara pendidikan berfungsi untuk mampu menanamkan nilai-nilai, sikap, rasa keindahan, dan memberikan dasar-dasar pengetahuan, kemampuan, dan kecakapan membaca, menulis dan berhitung (Calsitung) serta kapasitas belajar peserta didik untuk melanjutkan ke pendidikan menengah dan/atau untuk hidup di masyarakat.42
Pada tingkat menengah, madrasah sebagai penyelenggara pendidikan bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut atau bekerja dalam bidang tertentu.43
Jika disimak keterangan di atas, fungsi dan tujuan madrasah (baik dasar maupun menengah) sebenarnya sangat sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan Nasional yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.44
Oleh karena itu, arah pengembangan madrasah adalah memperkuat dan memberi makna terhadap pengakuan, madrasah adalah sekolah umum berciri khas Islam.45 Guna memberi ciri khas itu, Husni Rahim mengemukakan bahwa perlu ditetapkan tiga program utama yaitu Iptek bernuansa Islam, pelajaran agama bernuansa iptek, penciptaan suasana keagamaan di madrasah.46
Menghadapi abad ke 21, pembenahan madrasah harus diawali dengan tekad mewujudkan sekolah unggulan yang mampu memadukan kekuatan iptek. Salah satu ciri umat Islam Indonesia adalah menyiapkan anak didik yang dapat memadukan iptek dan imtak. Oleh karena itu, harapan masyarakat terhadap madrasah beberapa tahun terakhir, menurut Husni Rahim muncul dan berkembang minat di kalangan masyarakat Muslim Indonesia untuk membangun madrasah unggulan dalam berbagai jenjang pendidikan. Tujuannya jelas, yakni mencapai keunggulan (excellence) tidak hanya dalam bidang ilmu-ilmu keagamaan, tetapi juga ilmu-ilmu umum. Hal ini terjadi karena madrasah dalam berbagai jenjang telah berperan besar dalam meningkatkan kecerdasan dari martabat kaum muslimin.47
Salah satu bukti bahwa sejumlah madrasah menemukan “popularitas” baru. Perkembangan kuantitatif yang menarik adalah gejala pertumbuhan madrasah-madrasah favorit48 karena keunggulan pendidikannya. Dengan kesuksesan madrasah favorit tersebut, Departemen Agama terdorong mengembangkan madrasah-madrasah model.49 Kemunculan madrasah tersebut merupakan salah satu bukti bahwa madrasah merupakan sekolah yang berciri khas Islam di samping memberikan pendidikan Islami yang baik bagi anak bangsa, dan juga sekaligus unggul dalam ilmu-ilmu umum.
Berberengan dengan peningkatan minat dan harapan masyarakat muslim, madrasah kini dipandang bukan lagi hanya merupakan transmisi ilmu-ilmu keagamaan Islam, tetapi juga tempat menanamkan apresiasi, dan bahkan penguasaan, keterampilan, dan keahlian dalam bidang sains dan teknologi.
Syaifuddin Sabda menyatakan bahwa upaya pemaduan iptek dan imtak (kurikulum terpadu) pada madrasah adalah merupakan suatu hal yang niscaya dan legal untuk dilakukan. Hal itu sebagaimana diisyaratkan dalam UU No. 20/2003 pasal 36 ayat 1 dan 2 mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan dan dilakukan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik”50 dan pasal 38 ayat 2 yang mengemukakan bahwa Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.51 Dengan peraturan itu, lembaga pendidikan Islam dan semua unsur yang terkait di dalamnya memiliki kesempatan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan masing-masing.
Jika dilihat UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas, bisa diartikan bahwa agama menjadi salah satu jiwa dan tujuan pendidikan (lihat pasal 3). Demikian pula dikemukakan bahwa masyarakat diberikan kesempatan untuk menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial dan budaya untuk kepentingan masyarakat (lihat pasal 55). Dalam hubungan itu, baik satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (negeri) maupun oleh masyarakat (swasta), mempunyai kedudukan yang sama dalam sistem pendidikan nasional.
Dengan adanya pengaturan terhadap sistem pendidikan nasional, maka lembaga pendidikan Islam dituntut untuk menjalankan fungsinya untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan nasional. Sistem pendidikan nasional diproyeksikan untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia; khususnya dalam mengembangkan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa, maka pendidikan Islam atau pendidikan keagamaan memiliki kontribusi penting dalam sistem pendidikan nasional.52 Sama halnya pendidikan keagamaan Islam yang berlangsung di madrasah dan sekolah Islam, maka pesantren sangat penting posisinya untuk mempercepat pencerdasan masyarakat Islam dan pembangunan kualitas keimanan dan ketaqwaan.
Kebijakan baru pemerintah saat ini menetapkan keberadaan madrasah telah dipandang sebagai sekolah umum yang bercirikan agama Islam dengan tanggung jawabnya mencakup: 1) Sebagai lembaga pencerdsan kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Muslim Indonesia, 2) sebagai lembaga pelestarian budaya Kesilaman bagi masyarakat Muslim Indonesia, 3) sebagai lembaga pelopor bagi peningkatan kualitas masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat muslim Indonesia.53
Dengan demikian madrasah merupakan lembaga pendidikan Islam mempunyai peran yang sangat penting dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam hal ini lembaga pendidikan Islam merupakan lembaga pendidikan (sekolah) yang berciri khas Islam yang dapat mewujudkan bukan hanya pendidikan Islam, tujuan pendidikan nasional pun dapat dicapai.
Keberhasilan pendidikan Islam akan membantu keberhasilan pendidikan nasional. Begitu juga sebaliknya, keberhasilan pendidikan nasional secara makro turut membantu pencapaian tujuan pendidikan Islam. Sebab yang dimaksud dengan sistem pendidikan adalah totalitas interaksi dari seperangkat unsur-unsur pendidikan yang bekerjasama secara terpadu dan saling melengkapi satu sama lain menuju tercapainya tujuan pendidikan. Dengan kata lain, pendidikan Islam di Indonesia sebagai subsistem pendidikan Nasional, berposisi dan berperan sehingga ia ikut serta menentukan keberhasilan pendidikan nasional dalam mencapai cita-citanya. Jika pendidikan Islam sebagai subsistem, maka lembaga pendidikannya pun merupakan suatu unsur pendidikan yang melengkapi untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam hal ini Madrasah/Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang berpeluang untuk menjadi lembaga alternatif yang lebih unggul dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

III. PENUTUP
  1. Kesimpulan
  1. Pendidikan Islam di Indonesia merupakan subsistem dari sistem pendidikan Nasional. Pendidikan Islam ikut serta menentukan keberhasilan pendidikan nasional. Secara sederhana dapat dikatakan kegiatan pendidikan Islam merupakan kegiatan pendidikan Nasional. Konsep dan tujuan pendidikan nasional merupakan konsep dari kegiatan pendidikan Islam sehingga dengan sendirinya bila ingin kegiatan pendidikan nasional mampu mewujudkan tujuan yang hendak dicapai maka lembaga-lembaga pendidikan Islam (madrasah, pesantren, sekolah Islam) perlu diperhatikan dan dilibatkan dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional. Hal itu disebabkan karena lembaga pendidikan Islamlah yang memiliki konsep tentang ajaran/nilai yang ingin dicapai dalam kegiatan pendidikan nasional.
  2. Posisi pendidikan Islam sebagai subsistem pendidikan nasional merupakan peluang besar bagi umat Islam di Indonesia. Lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat telah diberdayakan dalam UU No. 20/2003 SPN. Madrasah/pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang mempunyai karakter yang tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga menyiapkan peserta didik dalam sains dan teknologi, namun tetap dengan identitas keislamannya. Madrasah/pesantren merupakan lembaga pendidikan (sekolah) yang berciri khas Islam yang dapat mewujudkan bukan hanya pendidikan Islam, tujuan pendidikan nasional pun dapat dicapai. Dalam hal ini Madrasah/Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang berpeluang untuk menjadi lembaga alternatif yang unggul dalam mewujudkan tujuan pendidikan Islam dan Tujuan pendidikan nasional.

  1. Saran
Penulis menganggap bahwa dalam penyusunan makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, keritikan dan saran yang bersifat membangun masih kami harapkan demi perbaikan makalah selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu, dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991.
Daradjat, Zakiah, dkk., Ilmu Pendidikan Islam Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 2000.
Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, 1971.
---------------------., Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam, 2007.
---------------------., Profil Madrasah Masa Depan, Cet. I; Jakarta: MP3AK, 2005.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. III; Jakarta: Balai Pustaka, 1990.
Hasbullah, Otonomi Pendidikan; Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap Penyelenggaraan Pendidikan, Ed. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
Jamaluddin, (ed) Mendiskusikan Kembali Eksistensi Madrasah, Cet. II; Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 2003.
Langgulung, Hasan, Asas-Asas Pendidikan Islam, Cet. I; Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1987.
Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Cet. VIII; Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1989.
Maksum, Madrasah; Sejarah dan Perkembangannya, Cet. II; Jakarta, Logos Wacan Ilmu, 1999.
Mastuhu, Pendidikan Agama Islam Indonesia Sebagai Subsistem Pendidikan Nasional, dalam Edukasi Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, Madrasah dan Politik Pendidikan, Volume 4 No. 2 Bulan April-Juni; Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Depag RI, 2006.
Nizar, Samsul, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam; Potret Timur Tengah Era Awal dan Indonesia, Cet. I; Ciputat: Quantium Teacing, 2005.
Pemerintah RI., Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas berserta Penjelasanannya, Bandung: Fermana, 2006.
Rahim, Husni, Madrasah; dalam Politik Pendidikan di Indonesia, Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 2005.
---------------------., Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, Cet. I; Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 2001.
Sabda, Syaifuddin, Model Kurikulum Terpadu Iptek dan Imtaq, Desain, Pengembangan dan Implementasi, Cet. I; Ciputat: PT. Ciputat Press Group, 2006.
Shaleh, Abdul Rachman, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa; Visi, Misi dan Aksi, Ed. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.
Syafaruddin, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, Cet. Cet.I; JAkarta: Ciputat Press, 2005.
Tilaar, HAR., Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Cet. II; Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
Untung, Moh. Salamet, Muhammad Sang Pendidik, Cet. I; Semarang: Pustaka Rezki Putra dan Program Pascasarjana IAIN Walisongo, 2005.
Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan, Cet. III; Bandung, Pustaka Setia, 2005
Wahid, Abd. Hamid, Pengelolaan Madrasah Sentralistik, Solusi atau Masalah; dalam Edukasi Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, Penguatan Madrsah dalam Konteks Pendidikan Nasional Volume 5 No. 3, Bulan Juli-September, 2007: Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Depag RI, 2007.
Zarkazi, Abdullah Syukri, Paradigma dan Ketentuan Perundangan dalam Sistem Pendidikan Nasional dalam Jurnal Madrasah Pemberdayaan dan Peningkatan Mutu, Volume 1 Nomor, Jakarta: MP3A, September 2005.

FOOTNOT

1
للهُ               
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur
2 Istilah “pendidikan” berasal dari bahasa Yunani yaitu “Paedagogie”, yang berarti “bimbingan yang diberikan kepada anak”. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris dengan istilah ”Education” yang berarti “pengembangan atau bimbingan”. Dalam bahasa Arab, terdapat beberapa istilah yang biasa digunakan dalam pengertian pendidikan yaitu: tarbiyah, ta’lim dan ta’dib. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa IndonesiaPendidikan” berasal dari kata “didik” yang mendapat awalan “pe” dan akhiran “an” yang artinya “perbuatan”. Lihat Moh. Salamet Untung Muhammad, Sang Pendidik, (Cet. I; Semarang: Pustaka Rezki Putra dan Program Pascasarjana IAIN Walisongo, 2005), h. 160 Lihat juga Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Cet. I; Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1987), h. 4 Lihat juga Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam (Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h. 25-27. Lihat juga Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Cet. III; Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 250.
3 Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991), h. 87.
4 Oleh karena itu, bukanlah suatu kebetulan jika dalam sejarahnya, 5 (lima) ayat yang pertama turun dalam surah al-Alaq (ayat 1-5), yang dimulai dengan perintah membaca, “Iqra”. Dengan perintah itu, muncul berbagai iptek melalui semangat dan dan spirit al-Qur’a>n. Makin banyak digali makin banyak pula isyarat yang diperoleh. Sehingga dalam QS. Luqman (31) : 27 Allah berfirman bahwa al-Qur’a>n (kalimat Allah) tidak akan ada habisnya ditulis walau air laut yang menjadi tintanya bahkan ditambah tujuh lautan lagi. Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, 1971), h. 656.
5 Ahmad D. Marimba., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Cet. VIII; Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1989), h. 46.
6 Dalam tulisan ini, walaupun dimaksud membahas Madrasah dan Pondok Pesantren, namun fokusnya lebih ke Madrasah termasuk di pesantren. Dengan menyebut Madrasah, maka secara tidak langsung yang dimaksud adalah Pondok Pesantren, khususnya Pondok Pesantren pengelola pendidikan formal Madrasah.
7 Keterangan ini dapat dilihat dalam Syafaruddin, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, (Cet. Cet.I; JAkarta: Ciputat Press, 2005), h. 1: lihat juga Maksum, Madrasah; Sejarah dan Perkembangannya, (Cet. II; Jakarta, Logos Wacan Ilmu, 1999), h. 154; Lihat Juga Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam; Potret Timur Tengah Era Awal dan Indonesia, (Cet. I; Ciputat: Quantium Teacing, 2005), h. 176; Lihat juga Mastuhu, Pendidikan Agama Islam Indonesia Sebagai Subsistem Pendidikan Nasional, dalam Edukasi Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, Madrasah dan Politik Pendidikan, (Volume 4 No. 2 Bulan April-Juni; Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Depag RI, 2006), h. 5.
8 Hasbullah, Otonomi Pendidikan; Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap Penyelenggaraan Pendidikan, (Ed. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 156.
9Ahmad D. Marimba., op. cit., h. 23. Lihat juga Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Cet. III; Bandung, Pustaka Setia, 2005), h. 9.
10 Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa; Visi, Misi dan Aksi, (Ed. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h. 59.
11 Ibid., ; Lihat juga, HAR. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Cet. II; Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 167.
12 Ibid.
13 Departemen Agama RI., Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam, 2007), h. 31.
14 Pemerintah RI., Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas berserta Penjelasanannya, (Bandung: Fermana, 2006), h. 68; Lihat Juga Departemen Agama RI., op. cit., h. 5.
15 Hasbullah, op. cit., h. 157.
16 Mastuhu, op. cit., h. 8.
17 Ibid., h. 6.
18 Departemen Agama RI., Undang-Undang... op. cit., h. 2.
19 Ibid., h. 8.
20 Ibid., h. 13.
21 Lebih lengkapnya lihat Ibid., h. 16-17.
22 Ini berarti bahwa madrasah/pesantren sebagai lembaga pendidikan ikut serta membangun masyarakat Indonesia baru. Lihat HAR. Tilaar, op. cit., h. 166.
23 Departemen Agama RI, Undang-Undang… op. cit., h. 22.
24 Pasal 17 ayat 2 berbunyi Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Ibid., h. 8.
25 Pasal 18 ayat 3 berbunyi Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. Ibid., h. 9.
26 Pasal 15 berbunyiJenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus”. Ibid., h. 8.
27 Lihat Ibid, h. 35 Lihat Juga Abdullah Syukri Zarkazi, Paradigma dan Ketentuan Perundangan dalam Sistem Pendidikan Nasional dalam Jurnal Madrasah Pemberdayaan dan Peningkatan Mutu, Volume 1 Nomor, (Jakarta: MP3A, September 2005), h. 6.
28 Departemen Agama RI., Undang-Undang… op. cit., h. 35.
29 Ibid., h. 9.
30 Ibid., h. 13.
31 Ibid.
32 Ibid.
33 Lihat kembali pasal 55 ayat 1.
34 Apabila disimak sejarah dan perkembangan madrasah, dapat dikemukakan bahwa madrasah merupakan lembaga pendidikan yang lahir dari, oleh dan untuk masyarakat. Inilah identitas madrasah. Dalam kaitan ini, Malik Fajar mengatakan bahwa madrasah adalah madrasah. Artinya lembaga madrasah tidak dapat digantikan dengan lembaga lainnya, karena madrasah mempunyai visi misi dan karakteristik yang sangat spesifik baik dilihat dari segi kebudayaan, sosial politik maupun ekonomi. Lihat Abdul Rachman Shaleh, op. cit., h. 69, Lihat juga HAR Tilaar, op. cit., h. 169.
35 Pasal 30 ayat 4 berbunyi Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis. Departemen Agama RI., Undang-Undang… op. cit.,h. 13.
36 Abdullah Syukri Zarkazi, op. cit., h. 16.
37 Ibid., h. 16-17.
38 Ibid., h. 17.
39 Lihat Ibid., lihat juga Abdul Rachman Shaleh, op. cit., h. 85; lihat juga Husni Rahim, Madrasah; dalam Politik Pendidikan di Indonesia, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 2005), h. 66-67 selanjutnya disebut Husni Rahim, Madrasah …
40 Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, (Cet. I; Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 129 selanjutnya disebut Husni Rahim, Arah Baru…
41 Lihat Pasal 17 ayat 2 dan Pasal 18 ayat 3.
42 Departemen Agama RI, Profil Madrasah Masa Depan, (Cet I; Jakarta: MP3AK, 2005), h. 75 selanjutnya ditulis Departemen Agama RI, Profil…
43 Lebih lanjut lihat Ibid., h. 78.
44 Pemerintah RI., Undang-Undang op. Cit., h. 68; Lihat Juga Departemen Agama RI., Undang-Undang... op.cit., h. 5.
45 Abd. Hamid Wahid., Pengelolaan Madrasah Sentralistik, Solusi atau Masalah; dalam Edukasi Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, Penguatan Madrsah dalam Konteks Pendidikan Nasional (Volume 5 No. 3, Bulan Juli-September, 2007: Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Depag RI, 2007), h. 9.
46 Dengan pemikiran itu, maka lembaga Pendidikan Islam khususnya madrasah yang juga memiliki tujuan menghasilkan manusia muslim yang menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya, dapat menjadikan semua mata pelajaran sebagai wahana untuk meningkatkan keberhasilan pendidikan agama , artinya dengan melalui mata pelajaran sains, ilmu-ilmu sosial, Mafikibb, dilaksanakan berberengan yang dijiwai pendidikan agama. Dengan kata lain, semua mata pelajaran umum harus diberikan nuansa keislaman yang oprasionalnya diintegrasikan melalui materi pokok/sub pokok bahasan yang memiliki keterkaitan dengan nilai-nilai keislaman yang relevan. Lihat Husni Rahim, Arah Baru…. op. cit., h. 140-142; lihat juga Departemen Agama, Panduan Pengembangan Ciri Khas Madrasah, (Cet I; Jakarta: MP3AK, 2005), h. 1.
47 Husni Rahim, Madrasah… op. cit., h. 52.
48 Salah satu madrasah favorit adalah MIN 1 Malang, Jawa timur. Pada tahun 1979 Depag sempat memutuskan untuk menjaadikan sekolah negeri tersendiri. Sejak itu MIN 1 Malang memperbaiki managemen dan kelembagaan secara stimulan dan komrehensif. Saat ini karena terkenal dengan prestasi akademiknya, MIN 1 Malang merupakan madrsah terbaik di Jawa Timur. Lihat Ibid. h. 53.
49 Saat ini ada 57 MTs. Model dan 35 MA Model yang dikembangkan di semua propinsi di Indonesia. Ibid.
50 Pengembangan kurikulum secara berdiversifikasi dimaksudkan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan pada satuan pendidikan dengan kondisi dan kekhasan potensi yang ada di daerah. Lihat Departemen Agama RI., Undang-Undang … op. cit., h. 41.
51 Ibid., h. 17; Lihat juga Syaifuddin Sabda, Model Kurikulum Terpadu Iptek dan Imtaq, Desain, Pengembangan dan Implementasi, (Cet. I; Ciputat: PT. Ciputat Press Group, 2006), h. 52.
52 Syafaruddin, op. cit., h. 208.
53 Ibid., h. 209.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar